Sabtu, Juli 31, 2010

"Take it" or "Leave it"

Life is a matter of choice. Kita yang milih, mau jadi orang baik atau mau jadi orang jahat. Kalo kata filsuf filsuf, "Apakah Tuhan menciptakan kejahatan ?" Jawabannya "Bukan, Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan di dalam diri manusia". Kita yang memilih, apakah kita mau ada Tuhan di dalam diri kita ? Am i right or right ?

Mungkin gue sama lo beda kalo misalnya ditanya, "Pilihan tersulit yang pernah lo dapetin apa ?", ada yang mungkin jawab "Antara FKUI dan Harvard Med". Gue ngga ngerti yang punya pilihan itu kepinteran atau gimana. Tapi gue tau apa yang dia rasakan, dia akan menempuh di FKUI yang orang bilang bagus, atau dia akan memilih Harvard Med yang orang bilang sangat-amat-bagus-sekali-banget-plus-prospek-cerah tapi dia harus meninggalkan seluruh apa yang dia temui selama di dunia ini, Orang tua, Teman, Bahasa Indonesia, and many more.

Tapi kalo gue sendiri ditanya "Pilihan tersulit yang pernah lo dapetin apa ?" ya mungkin gue bisa jawab "Sekarang pilihan tersulit gue adalah menentukan dimana gue harus 'Take it' or 'Leave it'". Ya, itu yang sulit. Sangking sulitnya sampai sampai ketan hitam berubah menjadi ketan emas. Pernah liat ketan emas ? Bahkan gue juga ngga tau ketan emas itu kayak apa.

Tapi apakah lo tau hal yang lebih sulit daripada pilihan "Take it" or "Leave it" itu ? Tolong ya, saya tidak membicarakan tentang pup sambil handstand, tapi coba kita pikirkan 'Beyond that question'. Sudah kepikiran ? Hmmm, yang saya maksud adalah, kapan pertanyaan itu akan dilontarkan kepada orang yang dimaksud.

Gue ngerti kok kalo lo ngga mau 'Stranded in Unknown Island'. It's okay kalo emang pas lo nanya kayak gitu jawabannya "Okay, I'll take it". Lah, kalo jawabannya 'Take it', Kalo jawabannya 'Leave it' ? You've been Stranded in Unknown Island for about Two Years and you found a little Kayak that got no Compas in it. Would you take that Kayak and try to shoot out your luck ? or you just leave that Kayak and wait for another Kayak that has Compas in it ?

Well, pertanyaan yang sangat sulit itu lagi ada di benak gue sekarang, awalnya gue bingung sampe sampe gue harus minum Ponstan dicampur sirop Cocopandan yang digabung pake Sprite. But, i'll guest we won't ever know when the time is right.

Dan karena kita ngga akan tahu kapan waktu yang tepat buat nanya, kita harus berani ngambil Kayak itu, dan bawa Kayak itu ke tengah laut, tanpa mengetahui apakah jawaban yang kita dapet. "Die in Ocean" or "Found out that we're in Paris". It's a matter of Choice.

Senin, Juli 26, 2010

How I Met Andhika Alif Putra Season 20

Sumpah ngga kerasa kalo udah 20 tahun gue menjalani hidup gue yang sangat fenomenal ini. Iya, 7305 hari, melewati 5 kali Tahun Kabisat, 5 kali World Cup, 4 kali pindah rumah, mendapatkan 4 rumah kedua (Sekolah dan Kuliah), dan bepuluh puluh ribu kali gue masuk toilet. Gue disini ngga mengeluh kalo hidup gue susah, gue merasa enjoy enjoy aja ngikutin hidup gue yang udah gue jalanin selama 20 tahun ini.

Tapi, apa gue sadar kalo kepala 2 merupakan suatu hal yang cukup "sakral" bagi beberapa orang ? Maksudnya ? Ya, biasanya orang nargetin umur menikah kapan ? 2sekian kan ? Am I ready for that ? Yaelah, pasangan aja belom ada, mau nikah. Lagi juga kalo gue udah dapet pasangan, apa pasangan gue itu bener bener mau melanjutkan hubungannya menjadi suatu yang lebih sakral ? Ngga usah mikir jauh jauh dulu deh yang begituan, gue sendiri aja belom bisa menghidupi diri sendiri, mau ngidupin orang lain. Impossible.

Kata orang 20sekian kita udah harus punya karir. Well, gue sih udah kepikiran untuk buka bisnis sendiri, tapi pada kenyataannya itu mustahil, bukan mustahil sih, tidak terealisasikan. Ada yang bangga dengan pernyataan "hari gini jalan masih minta orang tua ? ih udah saatnya pake uang sendiri kali", disatu pihak gue setuju dengan itu, dilain pihak gue mengatakan "bangga banget lo baru begitu doang". Kasian, apalagi kalo yang menghasilkan cuma dari band cere yang ngga bagus-bagus amat, cuma modal 'cafe punya temen' atau 'bayaran murah' aja bangga.

Gue masih pengen seneng seneng, tolonglah jangan menekankan gue untuk "its time to grow up". Gue masih pengen jadi orang ngambekan, gue masih pengen jadi orang-yang-ngga-mau-diganggu-waktu-gue-punya-masalah-sendiri. Gue masih pengen bebas layaknya burung terbang di atas langit sana. Sayangnya, kalo kita ngga punya planning sekarang, kasarnya, kalo kita ngga punya pasangan dari sekarang, siapa yang mau langsung nikah sih ? Gue aja bingung dengan yang namanya "Dijodohin" sama orang tua. Kalo istilahnya dijodohin langsung nikah mah tetep aja ntar pas jadi suami-istri jatohnya jaim jaiman. Kayak orang baru kenal gitu loh. Belom tau "tai-tai"nya seseorang gitu istilahnya.

Oke, otak stuck di closingnya, jadi maaf ya closingnya langsung aja. Good Bye